Minggu, 25 Oktober 2015

MAKALAH AL – JARH WA AT-TA’DIL
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Study Hadist II





Dosen Pembimbing:
Mahbub junaidi M.THI

Disusun Oleh :
1.      M. Musthofa (14110021)
2.      Munawaroh
3.      Dwi Susanti
4.      Firda Purnama Sari

( Semester III Pagi )
UNIVERSITAS ISLAM DARUL’ULUM LAMONGAN
FAKULTAS AGAMA ISLAM
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2015

Kata Pengantar

         Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulilah, puji syukur kehadirat Allah swt.  karena atas berkat ,hidayah, dan karunianya sehingga makalah tentang Al Jarh Wa At-Tadil dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabiullah Muhammad SAW.
Penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Study Hadist. Dalam penulisan makalah ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bpk Mahbub Junaidi M.Td.I selaku dosen pengampu mata kuliah Psikologi Perkembangan dan kepada pihak-pihak yang memberikan motivasi dalam upaya penyelesaian makalah ini. Namun demikian, dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa tidak menutup kemungkinan dalam makalah ini masih terdapat kekurangan-kekuranganya, untuk itu penulis mengharapkan masukan dan saran bagi pihak-pihak yang mempelajari makalah ini demi keberhasilan yang lebih baik lagi untuk waktu yang akan datang. Karena penulis menyadari bahwa segala kekurangan itu datangnya dari kita sendiri sebagai manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan jika terdapat kelebihan, semua itu tentu karena kehendak Allah SWT. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi semua khususnya penulis. Aamiin.
      Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Lamongan , 21 Oktober 2015


Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR                                                                                           iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................  iv
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang                                                                                           1
B.     Rumusan Masalah                                                                                      1
C.     Tujuan Penulisan ...................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.    Apa Pengertian  Al Jarh Wa At-Tadil                                                       2
B.     Manfaat ilmu Al Jarh Wa At-Tadil ................................
C.     Metode Mengetahui keadilan dan kecacatan rawi....................................
D.    Syarat Syarat bagi orang ynag mentadil................................................ ....
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan ............................................................................................... 11
B.     Kritik dan Saran....................................................................................     11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 12






BAB I
A.   Latar Belakang

Bila melihat fenomena jarh dan ta'dil saat ini, sungguh penulis sangat prihatin.Orang begitu mudah menjarh orang lain tanpa didasari ilmu. Baik alasannya,karena beda golongan, pemahaman maupun takut tersaingi. Dengan demikian pihak yang dijarh sangat dirugikan. Kenapa? Karena dengan ia dijarh, ia dijauhi sahabat-sahabatnya ataupun murid-muridnya, bahka ta'lim pun yang biasa ia bisa bubar.
Selain itu dia (yang suka menjarh) belum tentu terpenuhi syarat-syarat sebagai penjarh. Atau bahkan dalam dirinya juga terdapat perbuatan yang menjadikannya ia dijarh. Bagaimana ia akan menjarh orang lain sedang dalam dirinya terdapat perbuatan yang menjadikan ia dijarh?Kalau memang orang yang dijarh memang melakukan perbuatan yang menyebabkan ia dijarh sudahkah ia klarifikasi? Kalau sudah, sudah kah ia menasehatinya, agar ia bertaubat? Bila hal ini dilakukan sudah barang tentu tidak akan terjadi jarh secara serampangan.
Sehingga dengan makalah ini penulis ingin menjelaskan kepada siapa saja yang menginginkan pengetahuan seputar pembasan Al Jarh dan At Ta'dil. Diharapkan makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
B.   Rumusan Masalah
ü  Apa Pengertian  Al Jarh Wa At-Tadil ?
ü  Manfaat ilmu Al Jarh Wa At-Tadil ?
ü  Metode Mengetahui keadilan dan kecacatan rawi ?
ü Syarat Syarat bagi orang ynag mentadil ?
C.   Tujuan
·         Mengetahui Pengertian Al Jarh Wa At-Tadil
·         Mengetahui Manfaat ilmu Al Jarh Wa At-Tadil
·         Manfaat ilmu Al Jarh Wa At-Tadil
·         Mengetahui Beberapa Syarat Syarat bagi orang yang mentadil
                          BAB II
                            PEMBAHASAN

A.    Pengertian  Al Jarh Wa At-Tadil

Kalimat Al Jarh Wa At-Tadil merupakan salah satu dari kesatuan pengertian, yang terdiri dari dua kata , yaitu al-jarh dan al-adl,. Al-jarh secara bahasa merupakan bentuk masdar dari kata (جرح - يجرح) yang berarti seseorang membuat luka pada tubuh orang lain yang ditandai dengan mengalirnya darah dari luka itu .[1]

Secara terminolgi, al-jarh berarti munculnya suatu sifat dalam diri perawi yang menodai sifat adilnya atau mencacatnya hafalan dan kekuatan ingatanya. Yang mengakibatkan gugur riwayatnya atau lemah riwayatnya atau bahkan ditolak riwayatnya , adapun al-tajrih menyifati seorang perawi dengan sifat-siat yang membawa konsekkuensi penilaian lemah atas riwayatnya atau tidak diterima.

Kemudian Secara Bahasa At Ta'dil, mashdar dari dari kata Addala-Yu'adilu- Ta'diilan, bila dikatakan 'Addala Asy Syai maksudnya melaksanakannya atau menyamakannya.[2].

Secara Istilah Pengertian secara istilahi yaitu: Pengertian Al 'Adlu
Al 'Adlu adalah orang yang tidak nampak padanya apa yang dapat merusak agamanya dan perangainya, maka oleh sebab itu diterima berita
dan kesaksiannya apabila memenuhi syarat-syarat menyampaikan hadits.[3]
Lafadz Al – jarh, menurut Muhadisin, ialah sifat seorang perawi yang mencacatkan keadilan dan kehapalanya. Men – jarh atau men – tajrih seorang perawi berarti mensifati seorang rawi dengansifat – sifat yang dapat menyebabkan kelemahan dan tertolak apa yang di riwayatkan.

Adapun rawi yang dikatakan ‘adil adalah seorang yang dapat mengadilkan sifat –  sifat yang menodai agama dan keperiwaannya. Memberi sifat – sifat yang terpuji kepada rawi sehingga apa yang diriwayatkannya dapat di terima dan disebut men – ta’dil – kanya.[4]

Berdasarkan pengertian yang dikemukaka oleh beberapa ahli, ilmu al – jarh wa at – ta’dil merupan suatu materi pembahasan dari cabang ilmu hadis yang membahas cacat atau adilya seorang yang meriwayatkan hadis yang berpengaruh besar terhadap klarifakasi hadisnya.


B.     Manfaat Ilmu Al Jarh Wa At-Tadil

Ilmu Al Jarh Wa At-Tadil bermanfaat untuk menetapkan apakah periwayatan seorang rawi itu dapat diterima atau harus ditolak sama sekal. Apabila seorang rawi dinilai oleh seorang para ahli sebagai seorang rawi yang cacat ,periwayatanya harus ditolak, dan apabila seorang dipuji sebagai seorang yang adil, niscaya periwayatanya diterima, selama syarat-syarat yang lain untuk menerima hadis terpenuhi.

Kalau ilmu Al Jarh Wa At-Tadil ini tidak dipelajari dengan seksam, paling tidak akan muncul penilaian bahwa seluruh periwayatan hadis nilainya sama. Padahal perjalanan hadis semenjak nabi Muhammad SAW/ sampai dibukukan mengalami perjalanan yang begitu panjang, dan diwarnai oleh situasi dan kondisi yang tidak menentu. Setelah wafatnya Rasulullah SAW, kemurnian hadist perlu mendapat penelitian secara seksama karena terjadinya pertikaian politik,masalah ekonomi dan masalah masalah yang lainya mereka kaitkan dengan hadis, akibatnya, mereka meriwayatkan sesuatu hadis yang disandarkan oleh Rasulullah SAW, padahal periwayatnya adalah periwayat bohong, yang membuat mereka buat kepentingan golonganya.

Jika kita tidak mengetahui benar atau salahnya sebuah riwayat, kita akan mencampuradukkan hadis yang benar benar dari rasulullah dengan hadis palsu (maudhu).

Dengan mengetahui Al-jarh wa at-tadil, kita juga bisa menyeleksi mana hadis yang benar benar shahih dan man hadis yang hasan, atupun man hadis yang dhaif, terutama dari segi kualitas rawi, bukan dari segi matanya.[5]

C.    Metode Untuk Mengetahui Keadilan dan Kecacatan Rawi dan Masalah Masalahnya

Keadilan seorang perawi dapat diketahui dengan salh satu dari kedua ketetapan.
Pertama, dengan mempopulerkan dikalangan para ahli ilmu bahwa dia dikenal sebagai orang yang adil (bisy-suhrah) . seperti terkenalnya Sufyan Ats – Tsauri, Syu’ban bin Al Hajjaj, Asy-Syafi’I, Ahmad bin Hambal dan sebagainya. Oleh karena itu , mereka sudah terkenal sebagai orang yang adil dikalangan para ahli ilmusehingga tidak perlu diperbincangkan lagi tentang keadialanya[6].

                   Kedua, dengan pujian dari orang yang adil (Tazkiyah) , yaitu diterapkan sebagai rawi yang adil oleh orang yang adil yang semula rawi yang di-ta’dil-kan itu sebelum terkenalsebagai perawi yang adil.

Penetapan keadial seorang rawi denagn jalan tazkiyahini dapat dilakukan oleh:

a.       Seorang perawi yang adil, jadi tidak perlu dikaitkan dengan banyakya orang yang men-ta’dil-kan sebab jumlah itu tidak menjadi syarat penerimaan hadis.
b.      Setiap orang yang dapat diterima periwayatanya , baik laki – laki maupun perempuan, baik orang yang merdeka maupun budak, selam mengetahui sebab – sebab yang mendapat mengadilkanya.

Penetapan tentang kecacatan seorang perawi juga dapat ditempuh melalui dua jalan , yaitu

a.       Berdasarkan berita tentang ketenaran rawi dan keabanya, seorang rawi ynag sudah dikenal yang sebagi orang yang fasik atau pendusta di kalangan masyarakat, tidak perlu dipersoalkan , cukup kemasyuran itu sebagai jalan untuk menetapkan kecacatanya.

b.      Berdasarkan pen-tajrih-an dari seorang yanga adil , yang telah mengetahui sebab – sebab dia cacat, demikian ketetapan yang dipegang muhadistin, sedangakn menurut para fuqoha, sekurang – kurangnya harus tajrih oleh dua orang laki – laki yamg adil.

Sedangkan untuk perselisihan dalam penentuan mengenai jumlah orang yang dipandang cukup untuk mentakdilkan dan mentajrihkan rawi, sebagi berikut. :

a.       Minimal dua orang , baik dalam soal syahadahmapun soal riwayah, demikian pendapat dari fuqoha nadianah.

b.      Cukup seoran saja, dalam soal riwayah bukan dalam soal syahadah.
Sebab, bilangan tersebut tidak menjadi syaratdalam peneriamaan hadis, maka tidak pula disyaratkan dalam men-ta’dil-kan dan men-tajrih-kan rawi, berlain dalam soal syahadah.

c.       Cukup seorang saja, baik dalam soal riwayah maupun soal syahadah.

Adapun kalau ke-adalah-anya itu diperoleh atas dasar pujian dari oranag – orang yang banyak atau dimasyhur kan oleh ahli – ahli lmu, tidak diperlukan  bagi orang yang men-ta’dil-kan (mua’dil), seperti imam malik, Asy – Syafi’I, Ahamad Bin Hambal, Al – Laits, Ibnu Mubarak, Syu’aibah, Ishak, dan lain – lain.[7]



D.    Syarat – Syarat Bagi Orang Yang Men-ta’dil-kan dan Men-Tarjih-kan

Kita tidak boleh meneriam begitu saja penilain seorang ulama’ terhadap ulama’ lainya, melainkan harus jelas dulu sebab- sebab penilain tersebut, terkadang seorang yang menggangap orang lain cacat, malah ia sendiri yang cacat, oleh sebab itu, kita tidak boleh menerima langsung suatu perkataan sebelum ada yang mensetujuinya.

Beranjak dari sikap selektif terhadap sesuatu, ada beberapa syarat bagi orang yang men-ta’dil-kan (muaddil) dan orang yang menta’dilkan dan orang yang men-tajrih-kan (jarih) yaitu :

A.    Berilmu pengetahuan
B.     Taqwa
C.     Wara’
D.    Jujur
E.     Menjauhui fanatic golongan
F.      Menjauhi sebab – sebab yang men-ta’dil-kan dan men-tajrih-kan.   






















                                        BAB III
                                      PENUTUP
A.    Kesimpulan

Al Jarh Wa At-Tadil berarti munculnya suatu sifat dalam diri perawi yang menodai sifat adilnya atau mencacatnya hafalan dan kekuatan ingatanya. Yang mengakibatkan gugur riwayatnya atau lemah riwayatnya atau bahkan ditolak riwayatnya , adapun al-tajrih menyifati seorang perawi dengan sifat-siat yang membawa konsekkuensi penilaian lemah atas riwayatnya atau tidak diterima.
Ilmu Al Jarh Wa At-Tadil bermanfaat untuk menetapkan apakah periwayatan seorang rawi itu dapat diterima atau harus ditolak sama sekal. Apabila seorang rawi dinilai oleh seorang para ahli sebagai seorang rawi yang cacat ,periwayatanya harus ditolak, dan apabila seorang dipuji sebagai seorang yang adil, niscaya periwayatanya diterima

B.     Saran
Kita tidak boleh meneriam begitu saja penilain seorang ulama’ terhadap ulama’ lainya, melainkan harus jelas dulu sebab- sebab penilain tersebut, terkadang seorang yang menggangap orang lain cacat, malah ia sendiri yang cacat, oleh sebab itu, kita tidak boleh menerima langsung suatu perkataan sebelum ada yang mensetujuinya.



[1] Dr. Zarkasih, M.ag,pengatar studi hadis, cet.aswajapresindo.hal 105
[2] [Al Mu'jam Al Wasith, II/588.]

[3] [Terjemah Mabahits fi Ulum Al Hadits, Asy Syaikh Manna Al-Qaththan, hlm 82.]


[4] Fathur Rahman, ikhtisar Masthlahul hadis(bandung.PT. Al-Ma’arif.1985), hal 268
[5] ibid hal 107
[6] Dr. Zarkasih, M.ag,pengatar studi hadis, cet.aswajapresindo.hal 108

[7] Ibid hal 109

1 komentar:

  1. Harrah's Philadelphia Casino opens new sports betting
    Harrah's Philadelphia Casino & Hotel opens its 안성 출장마사지 first sportsbook in the Philadelphia area with a 남양주 출장마사지 new partnership with the NFL. 남양주 출장마사지 The 양산 출장안마 new sportsbook, Harrah's Casino 남양주 출장샵

    BalasHapus